Sabtu, 31 Maret 2012

Pelanggaran Hak Cipta Seni Ukir Kayu dari Jepara oleh Pihak Asing

JEPARA - Dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan pencurian hak cipta yang diduga dilakukan Christopher Guy Harrison, pengusaha asal Inggris, oleh Polres Kudus, diprotes dan disesalkan LSM Celcius Jepara.

Ketua LSM Celcius Didit Endro S dalam pers rilisnya kepada Radar Kudus, mengatakan bahwa selaku pihak yang selama ini mengawal kasus tersebut, merasa kecewa dengan adanya SP3 itu. ''Kami kecewa dengan SP3 Polres. Karena ini adalah kasus serius,'' jelasnya.

Kasus dugaan pencurian hak cipta itu, melibatkan Christopher pada tahun 2005 lalu. Bahkan, Christopher sempat ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Di mana ukiran Jepara dieksploitasi warga asing, sehingga pengrajin Jepara harus menanggung beban berat dalam menghadapi masalah tersebut. Di samping rugi secara finansial yang tidak sedikit, menurut Didit, masyarakat Jepara juga dirugikan dalam mempertahankan dan pelestarian sebuah karakteristik karya budaya masyarakat.

Didit mengatakan, dengan penghentian kasus ini, maka akan menjadi ancaman bagi para pengrajin Jepara, yang selama ini selama bertahun-tahun memproduksi kerajinan mebel asli daerah. Akibatnya kasus pencurian hak cipta dikhawatirkan akan kembali terjadi dan yang dirugikan pengrajin kecil di Jepara.

Arti penting hak cipta bagi kalangan pencipta karya seni dan pengusaha industri, menurut Didit, sebenarnya sudah jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun yang saat ini menjadi perdebatan adalah bagaimana arti penting dan manfaat perlindungan untuk ekspresi budaya tradisional.

''Membahas perkara ekspresi budaya tradisional atau folklore, tidaklah bisa terlepas dari realitas komunitas tradisi yang mempraktikkan budaya tradisional tersebut secara turun temurun,'' jelas Didit.

Dalam kaitannya dengan masalah pencurian hak cipta, Didit mengatakan jika LSM Celsius mengaku telah lama melakukan kajian dan pengawalan. Baik di ranah hukum di kepolisian, maupun kajian secara undang-undang. Hasilnya, orang yang diduga sebagai pencuri hak cipta atas kerajinan Jepara itu, Christopher, telah ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Jepara.

Akan tetapi, kata Didit, sampai saat ini orang yang dimaksud masih dapat berkeliaran keluar masuk Indonesia, tanpa ada pencekalan dan penangkapan. ''Oleh karenanya sebagai wujud dan komitmen dalam menuntaskan kasus ini, LSM Celcius dan berbagai lembaga jaringan mendesak kepada pihak berwajib, untuk melanjutkan kasus ini sebagai bukti keberpihakannya kepada masyarakat,'' tegasnya. (cw5/mer)

Sumber : Jawapos, 27.04.2010

Tanggapan:

Menurut pendapat saya seharusnya pihak kepolisian bersikap lebih tegas terhadap orang yang telah jelas terbukti bersalah dalam praktik pelanggaran hak cipta. Karena, apabila pihak kepolisian tidak tegas maka akan terulang kembali hal-hal seperti itu. Banyaknya kasus pencurian hak cipta yang melibatkan orang asing dengan warga terkadang lebih longgar menerapkan hukuman atau pencekalan bagi warga asing dibandingkan dengan rakyat jepara sendiri. DPO tau atau daftar pencarian orang pun telah ada tetapi pihak yang berwajib belum berani mencekal ataupun menahan sang pelaku. Sangat ironi dengan komitmen yang selalu dijunjung kepolisian yaitu "kami siap melayani anda " (dalam artian siap melindungi rakyat) apabila kasus seperti ini terjadi menyangkut tentang kelestarian budaya ukiran jepara. Semoga dengan adanya kasus yang terjadi ini pihak kepolisian pun dapat lebih mendalami kasus tersebut dan bertindak tegas dalam menangani masala orang asing yang telah mencuri ide ukir rakyat jepara, bahkan  menahan orang tersebut supaya jera dan lebih menghargai karya seni bangsa indonesia.

Jumat, 16 Maret 2012

Langgar Hak Paten, Hyundai dan KIA Digugat


Baltimore, AS - Di era teknologi ramah lingkungan seperti saat ini, mobil dual mesin alias hybrid sudah diproduksi oleh hampir semua pabrikan otomotif yang ada. Namun begitu, duet Korea, Hyundai dan KIA kini harus bertarung karena dituduh melanggar hak paten teknologi hybrid dari sebuah perusahaan.

Adalah perusahaan bernama Paice LLC dan Baltimore Abell Foundation yang menggugat duo pabrikan mobil asal Korea, Hyundai Motor Co dan Kia Motors Corp karena dianggap telah memakai sistem hybrid yang patennya mereka pegang. Perusahaan ini pula yang dahulu pernah menggugat Toyota atas masalah yang sama.

Paice mengajukan gugatannya pada duet Korea itu di pengadilan federal di Baltimore, Amerika Serikat karena dituduh telah melanggar 3 paten yang haknya mereka pegang.

Paice mengeluhkan Hyundai Sonata Hybrid dan KIA Optima Hybrid milik keduanya karena menggunakan powertrain yang mirip dengan milik mereka. Pertarungan ini diprediksi akan menjadi pertarungan panjang mengingat pertempuran Paice dengan Toyota sebelumnya membutuhkan waktu hingga 8 tahun sebelum akhirnya kedua pihak sepakat berdamai.

"Karena pada awal 2004, Paice telah menghubungi Hyundai pada berbagai kesempatan dan menawarkan untuk mendiskusikan paten teknologi hybrid," kata Paice dalam keluhannya seperti detikOto kutip dari Autonews, Rabu (22/2/2012).

Pada gugatannya kali ini, Paice ingin agar Hyundai dan KIA tidak lagi menggunakan sistem hybrid yang mereka klaim tersebut dan bila tidak, maka keduanya haruslah membayar royalti.

Paice sendiri sebenarnya bermula dari perusahaan yang mengembangkan instrumen anti-tank yang didirikan oleh imigran Soviet bernama Alex Severinsky.

Dan pada tahun 1990-an, dia mengembangkan pula metode untuk menyalakan kendaraan bensin-listrik yang dikatakannya menjadi dasar dari teknologi hybrid modern. Sebelumnya pula, Ford Motor Co yang memproduksi Fusion Hybrid telah sepakat untuk mengakui teknologi Paice untuk menyelesaikan tuntutan hukum.

Sumber: redaksi[at]detikoto.com

Tanggapan:
Tanggapan yang dapat saya berikan terhadap artikel diatas adalah sebaiknya lebih bijak lagi dan teliti lebih dalam apakah produk yang akan dikeluarkan telah dipatenkan sebelumnya oleh pihak lain atau belum. Karena apabila memang sebelumnya produk itu telah memiliki hak paten lebih baik tidak mencatumkan dan mengatasnamakan bahwa teknologi itu mereka yang menemukan pertama kali. Lebih bijak apabila terlebih dahulu meminta izin kepada penemu pertama yang mengembangkan teknologi tersebut untuk memakai teknologi tersebut. Banyak kasus terkait hak paten karena sang penemu ataupun kreator pertama tidak mematenkan produk miliknya sehingga menjadi berpindah tangan, baru setelah produk itu diluncurkan dan mendapatkan sambutan luar biasa mereka mengaku bahwa produk itu dia yang menciptakan. Alangkah baiknya bila setelah produk diciptakan lebih baik mematenkan produk tersebut dibandingkan setelah produk itu diluncurkan dan diklaim milik orang lain baru dipatenkan.